a. Abul Abbas As Saffah (750-754 M)
Dia bernama Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, Khalifah pertama pemerintahan Abbasiyah. Ayahnya adalah orang yang melakukan gerakan untuk mendirikan pemerintahan Bani Abbasiyah dan menyebarkan kemana-mana. Inilah yang membuat Abdullah banyak mengetahui tentang gerakan ini dan rahasia rahasianya. Dia diangkat oleh saudaranya yang bernama Ibrahim sebelum dia ditangkap oleh pemerintahan Umawiyah pada tahun 129 H / 746 M. Tertangkapnya Ibrahim membuat Abdullah harus berangkat ke Kufah bersama-sama dengan pengikutnya secara rahasia.
Pada masa pemerintahannya, saat pasukan Abbasiyah menguasai Khurasan dan Irak, dia keluar dari persembunyiannya dan dibaiat sebagai Khalifah pada tahun 132 H/ 749 M. Setelah itu dia mengalahkan Marwan bin Muhammad dan menghancurkan pemerintahan Bani Muawyah pada tahun yang sama. Abu Abbas Assyafah meninggal pada tahun 136 H / 753 M.
b. Abu Ja’far Al Manshur (754-775 M)
Abu Ja’far Al-Manshur menjabat Khalifah kedua Bani Abbasiyah menggantikan saudaranya Abul Abbas As Saffah. Abu Ja’far Al Manshur adalah putra Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib yang juga saudara kandung Ibrahim AlImam dan Abul Abbas As-Saffah. Ketiganya merupakan pendiri Bani Abbasiyah.
Ketika Khalifah Abul Abbas As Saffah meninggal, Abu Ja’far sedang menunaikan ibadah haji bersama Panglima Besar Abu Muslim Al-Khurasani. Yang pertama kali dilakukan Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur setelah dilantik menjadi Khalifah pada 136 H/ 754 M adalah mengatur politik dan siasat pemerintahan Bani Abbasiyah. Jalur-jalur pemerintahan ditata rapi dan cermat, sehingga pada masa pemerintahannya terjalin kerjasama erat antara pemerintah pusat dan daerah. Begitu juga antara qadhi (hakim) kepala polisi rahasia, kepala jawatan pajak, dan kepala-kepala dinas lainnya.
Selama masa kepemimpinannya, kehidupan masyarakat berjalan tenteram, aman dan makmur. Stabilitas politik dalam negeri cenderung aman dan terkendali, tidak ada gejolak politik dan pemberontakan-pemberontakan. Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur sangat mewaspadai tiga kelompok yang menurutnya dapat menjadi batu sandungan Bani Abbasiyah dan dirinya.
Menjelang pengujung 158 H, Khalifah Abu Ja’far Al Manshur berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Namun dalam perjalanan ia sakit lalu meninggal dunia. Ia wafat dalam usia 63 tahun dan memerintah selama 22 tahun. Jenazahnya dibawa dan dikebumikan di Baghdad.
c. Muhammad Al-Hadi
Dia bernama Muhammad Al-Mahdi bin al-Mansur. Dilantik sebagai Khalifah sesuai dengan wasiat ayahnya pada tahun 158 H/ 774 M. Dia dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan dan pemurah. Pada masa pemerintahannya, kondisi dalam negeri saat itu sangat stabil, dan tidak ada satu gerakan penting dan signifikan di masanya. Dia berhasil mencapai kemenangan kemenangan atas orang orang Romawi. Anaknya, Harun Ar-Rasyid adalah panglima perang dalam penaklukan ini. Dia sampai ke pantai Marmarah dan berhasi melakukan perjanjian damai dengan Kaisar Agustine yang bersedia untuk membayar jizyah pada tahun 166 H/ 782 M. Muhammad Al-Mahdi meninggal pada tahun 169 H / 785 M setelah memerintah selama 10 tahun beberapa bulan.
d. Musa Al-Hadi
Dia adalah Musa Al-Hadi bin Muhammad Al-Mahdi yang dilantik sebagai Khalifah setelah ayahnya. Pada masa itu, terjadi pemberontakan oleh Husein bin Ali bin Husein bin Hasan bin Ali di Makkah dan Madinah. Dia menginginkan agar pemerintahan berada di tangannya. Namun Al-Hadi mampu menaklukannya dalam perang Fakh pada tahun 169 H / 785 M. Pada saat yang sama juga Yahya bin Abdullah melakukan pemberontakan di Dailam. Maka, Al-Hadi memberangkatkan Ar-Rasyid sampai Yahya bin Abdullah mampu ditaklukan. Musa Al-Hadi meninggal pada tahun 170 H / 786 M.
e. Harun Al-Rasyid
Dia bernama Harun Ar Rasyid bin al-Mahdi, dia mutiara sejarah Bani Abbasiyah. Pada masanya pemerintahan Islam mengalami puncak kemegahan dan kesejahteraan yang belum pernah dicapai sebelumnya. Harun Ar-Rasyid dikenal sebagai sosok yang sangat pemberani. Dia telah melakukan penyerbuan dan penaklukan negeri Romawi pada saat baru berumur 20 tahun. Dia pun dikenal sebagai sosok yang takwa dan takut kepada Allah Swt dalam segala perkara.
Pada masa pemerintahannya adalah masa yang sangat tenang dan stabil, hanya ada beberapa pemberontakan kecil yang tidak berarti apa apa, di antaranya adalah pemberontakan Yahya Abdullah, kaum Khawarij, orang-orang Zindik, dan pemberontakan di Kharasan. Sebelum meninggal, dia mewariskan kekuasaan kepada kedua anaknya, Al-Amin dan Al Makmun. Hal ini menjadi fitnah yang bertiup kencang yang terjadi antara dua saudara ini setelah kematiannya. Harun meninggal pada tahun 193 H / 808 M setelah memerintah selama 23 tahun.
f. Muhammad Al-Amin
Dia bernama Muhammad Al-Amin bin Harun Ar-Rasyid. Ayahnya telah membaiatnya sebagai Khalifah, lalu untuk saudaranya Al Makmun, kemudian untuk Qasim. Dia diberi kekuasaan di Irak, sedangkan Al-Makmun di Kharasan. Namun, ada salah seorang menteri Al-Amin yang mendorongnya untuk mencopot posisi putera mahkota dari adiknya dan memberikannya kepada anaknya yang bernama Musa. Al-Amin termakan tipuan ini, dan Al-Amin segera memberontak.
Pada tahun 195 H/ 810 M, Al-Amin mengirimkan dua pasukan untuk memerangi saudaranya, namun berhasil dihancurkan oleh Thahir bin Husein, panglima perang Al-Makmun. Al-Amin sendiri dikenal sebagai seorang yang suka berfoya-foya serta banyak melalaikan urusan negara. Sehingga setelah lima tahun ia memerintah, kekhalifahannya digantikan oleh Abdullah Al Makmun.
g. Abdullah Al-Makmun
Dia bernama Abdullah Al- Makmun bin Harun Ar- Rasyid. Pada masa pemerintahannya banyak peristiwa peristiwa penting yang terjadi, pertama adalah pemberontakan Bagdad dan penunjukkan Ibrahim Al Mahdi sebagai Khalifah, kedua Al-Khuramiyah, dan ketiga adanya fitnah bahwa Al-Quran adalah makhluk. Penaklukan-penaklukan pada masa pemerintahannya sangatlah terbatas. Dia hanya mampu menaklukan Laz, sebuah tempat di Dailam pada tahun 202 H/ 817 M.
Pada masanya, dia tidak menjadikan anaknya Al Abbas, untuk menggantikan dirinya. Dia malah mengangkat saudaranya Al Mu’tasim karena bisa melihat bahwa Al Mu’tasim lebih memiliki banyak kelebihan dibandingkan anaknya. Setelah berkuasa selama 20 tahun. Al Ma’mun meninggal pada tahun 218 H/ 833 M.
h. Abu Ishaq Al-Mu’tasim
Dia bernama Muhammad bin Harun Ar-Rasyid naik sebagai khalifah setelah mendapat wasiat dari saudaranya. Pada masa pemerintahannya, dia banyak mengangkat pasukan dari orang orang Turki, sehingga ini sama artinya dengan meletakkan semua masalah pemerintahan di tangan orang-orang Turki yang berlebihan. Pada waktu itu, Al Mu’tasim mendukung pendapat bahwa Al Quran adalah makhluk.
Adapun peristiwa penting pada zaman pemerintahannya adalah gerakan Babik Al-Khurami. Penaklukan yang dilakukan oleh Abu Ishaq Al-Mu’tasim pada pemerintahannya adalah penaklukan Al Muriyah yang mana banyak perbuatan yang melampaui batas kesopanan. Kemudian setelah memerintah selama 9 tahun, Abu Ishaq Al-Mu’tasim meninggal dunia pada tahun 227 H / 833 M.
i. Harun Al-Watsiq
Dia adalah Harun bin Muhammad Al-Mu’tasim menjadi Khalifah setelah ayahnya Al-Mu’tasim, pada tahun 227 H/ 841 M. Panglima-pamglima asal Turki pada masanya mencapai posisi-posisi yang sangat terhormat. Bahkan, Asynas mendapatkan gelar sultan dari Al-Watsiq. Harun Al-Watsiq meninggal pada tahun 223 H / 846 M setelah memerintah selama 5 tahun.
j. Jakfar Al Mutawakkil
Dia bernama Ja’far bin Muhammad Al-Mu’tasim. Ja’far Al-Mutawakkil adalah salah seorang yang melarang dengan keras pendapat yang mentapkan bahwa Al Quran adalah makhluk. Pada masa pemerintahannya, orang-orang Romawi melakukan penyerangan di Dimyath, Mesir. Peristiwa ini terjadi pada tahun 238 H / 852 M. Al-Mutawakkil dibunuh oleh anaknya yang bernama Al-Muntasir pada tahun 247 H / 861 M.