Ibadah yang disyariatkan oleh Allah Swt. dibangun di atas landasan yangg kokoh, yaitu :
a. Niat beribadah hanya kepada Allah Swt.
iyyaaka na'budu wa-iyyaaka nasta'iin
"Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan." (Qs. Al-Fatihah :5)
b. Ibadah yang tulus kepada Allah Swt. semata haruslah bersih dari tendensitendensi lainnya. Apabila sedikit saja ada niatan beribadah bukan hanya karena Allah, tapi karena sesuatu yang lain, seperti riya' atau ingin dipuji orang lain, maka rusaklah ibadah itu.
qul innamaa anaa basyarun mitslukum yuuhaa ilayya annamaa ilaahukum ilaahun waahidun faman kaana yarjuu liqaa-a rabbihi falya'mal 'amalan shaalihan walaa yusyrik bi'ibaadati rabbihi ahadaa
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya tuhan kamu itu adalah tuhan yang maha Esa”. “Barangsiapa mengharap perjumpaan dgn tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh & janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (QS. Al-Kahfi : 110)
c. Keharusan untuk menjadikan Rasulullah Saw. sebagai teladan dan pembimbing dalam ibadah.
laqad kaana lakum fii rasuuli laahi uswatun hasanatun liman kaana yarjuu laaha walyawma l-aakhira wadzakara laaha katsiiraa
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yg baik bagi kalian bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzaab : 21)
d. Ibadah itu memiliki batas kadar dan waktu yang tidak boleh dilampaui. Sebagaimana firman Allah Swt.:
inna shshalaata kaanat 'alaa lmu'miniina kitaaban mawquutaa
“Sesungguhnya shalat kewajiban yg telah ditentukan waktunya” (QS. An-Nisaa' : 103)
e. Keharusan menjadikan ibadah dibangun di atas kecintaan, ketundukan, ketakutan dan pengharapan kepada Allah Swt..
ulaa-ika ladziina yad'uuna yabtaghuuna ilaa rabbihimu lwasiilata ayyuhum aqrabu wayarjuuna rahmatahu wayakhaafuuna 'adzaabahu inna 'adzaaba rabbika kaana mahtsuuraa
“Orang-orang yg mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yg lebih dekat (kepada Allah) & mengharapkan rahmat-Nya & takut akan azab-Nya” (QS. Al-Isra' : 57)
f. Beribadah dalam keseimbangan antara dunia akhirat, artinya proporsional tidak hanya semata-semata kehidupan akhirat saja yang dikejar tetapi kehidupan dunia juga tidak dilupakan sebagai sarana beribadah kepada Allah Swt.
wabtaghi fiimaa aataaka laahu ddaara l-aakhirata walaa tansa nashiibaka mina ddunyaa wa-ahsin kamaa ahsana laahu ilayka walaa tabghi lfasaada fii l-ardhi inna laaha laa yuhibbu lmufsidiin
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash : 77)
g. Ibadah tidaklah gugur kewajibannya pada manusia sejak baligh dalam keadaan berakal sampai meninggal dunia.
yaa ayyuhaa ladziina aamanuu ittaquu laaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illaa wa-antum muslimuun
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS. Ali Imran : 102)
h. Tidak mempersulit (`adamul haraj) Prinsip ini didasarkan kepada firman Allah Swt.:
yuriidu laahu bikumu lyusra walaa yuriidu bikumu l'usra
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. al-Baqarah : 185)
B. Tujuan Ibadah
Tujuan ibadah adalah untuk membersihkan dan mensucikan jiwa dengan mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. serta mengharapkan ridha dari Allah Swt.. Sehingga ibadah disamping untuk kepentingan yang bersifat ukhrawi juga untuk kepentingan dan kebaikan bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat yang bersifat duniawi.
Manusia, bahkan seluruh mahluk yang berkehendak dan berperasaan, adalah hambahamba Allah Swt. Hamba sebagaimana yang dikemukakan di atas adalah mahluk yang dimiliki. Kepemilikan Allah Swt atas hamba-Nya adalah kepemilikan mutlak dan sempurna, oleh karena itu mahluk tidak dapat berdiri sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya kecuali dalam hal yang oleh Allah Swt. Telah dianugerahkan untuk dimiliki mahluk-Nya seperti kebebasan memilih walaupun kebebasan itu tidak mengurangi kepemilikan Allah Swt. Atas dasar kepemilikan mutlak Allah Swt itu, lahir kewajiban menerima semua ketetapan-Nya, serta menaati seluruh perintah dan larangan-Nya.
Manusia diciptakan Allah Swt bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah. hal ini dapat difahami dari firman Allah Swt. :
afahasibtum annamaa khalaqnaakum 'abatsan wa-annakum ilaynaa laa turja'uun
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara mainmain (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami.”(QS al-Mu’minun :115)
Karena Allah Swt maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia itu mencapai taqwa.