201. Original Goomsite Premium V2: Akidah 201. Original Goomsite Premium V2 - Akidah 201. Original Goomsite Premium V2: Akidah - All Post

201. Original Goomsite Premium V2

Get the best theme according to your needs

 Prinsip-Prinsip Keimanan Kepada Rasul Allah Swt.

Prinsip-Prinsip Keimanan Kepada Rasul Allah Swt.

Rasul adalah manusia yang diutus Allah Swt. untuk menerima wahyu-Nya agar disampaikan kepada umat. Hal ini berbeda dengan Nabi yang tidak memiliki kewajiban menyampaikan wahyu kepada umatnya. Adapun prinsip-prinsip keyakinan kepada Rasul Allah Swt. sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an dapat disimpulkan sebagai berikut.


1. Setiap Mukmin Wajib Beriman Kepada Rasul Allah Swt. (QS. Al-Baqarah/2: 177 dan 285).


لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۦنَ وَءَاتَى ٱلْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَٰهَدُوا۟ ۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِى ٱلْبَأْسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلْبَأْسِ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُتَّقُونَ


"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah/2: 177).


ءَامَنَ ٱلرَّسُولُ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِۦ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِۦ ۚ وَقَالُوا۟ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ ٱلْمَصِيرُ


"Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". (QS. Al-Baqarah/2: 285).


2. Sebagian Rasul ada yang disebutkan namanya di dalam Al-Qur'an dan ada juga yang tidak disebutkan (QS. Al-Mu'min/Gafir/40: 78 dan Q.S. An-Nisa'/4: 164).


وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّن قَبْلِكَ مِنْهُم مَّن قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُم مَّن لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِىَ بِـَٔايَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۚ فَإِذَا جَآءَ أَمْرُ ٱللَّهِ قُضِىَ بِٱلْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ ٱلْمُبْطِلُونَ


"Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil." (QS. Al-Mu'min/Gafir/40: 78)


وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَٰهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلًا لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ ۚ وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًا


"Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung." (QS. An-Nisa'/4: 164)


3. Setiap Umat Sebelum Nabi Muhammad Saw. pasti ada Rasulnya (Q.S. Yunus/10: 47 dan Q.S. An-Nahl/16: 63).


وَلِكُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولٌ ۖ فَإِذَا جَآءَ رَسُولُهُمْ قُضِىَ بَيْنَهُم بِٱلْقِسْطِ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ


"Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya." (Q.S. Yunus/10: 47).


تَٱللَّهِ لَقَدْ أَرْسَلْنَآ إِلَىٰٓ أُمَمٍ مِّن قَبْلِكَ فَزَيَّنَ لَهُمُ ٱلشَّيْطَٰنُ أَعْمَٰلَهُمْ فَهُوَ وَلِيُّهُمُ ٱلْيَوْمَ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ


"Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka syaitan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih." (Q.S. An-Nahl/16: 63).


4. Semua Nabi dan Rasul adalah Pria (Q.S. Al-Anbiya'/21: 7, dan Q.S. Al-Furqan/25: 20).


وَمَآ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِمْ ۖ فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ


"Kami tiada mengutus rasul rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui." (Q.S. Al-Anbiya'/21: 7).


وَمَآ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ ٱلْمُرْسَلِينَ إِلَّآ إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ ٱلطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِى ٱلْأَسْوَاقِ ۗ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ ۗ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا


"Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu maha Melihat." (Q.S. Al-Furqan/25: 20)



5. Misi setiap Rasul adalah sama, yaitu menyampai kan ajaran tauhid dan menegakkan keadilan serta derajat yang sama di tengah masyarakat (QS. Al-Anbiya'/21:25, Q.S. An-Nahl/16:36, Q.S Asy-Syura/42: 13, dan Q.S. Al-Ahzab/33: 45).


وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِىٓ إِلَيْهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعْبُدُونِ


"Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. Al-Anbiya'/21:25).


وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّٰغُوتَ ۖ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ ٱلضَّلَٰلَةُ ۚ فَسِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱنظُرُوا۟ كَيْفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلْمُكَذِّبِينَ


"Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (Q.S. An-Nahl/16:36)

شَرَعَ لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحًا وَٱلَّذِىٓ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِۦٓ إِبْرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓ ۖ أَنْ أَقِيمُوا۟ ٱلدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا۟ فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى ٱلْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ ٱللَّهُ يَجْتَبِىٓ إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِىٓ إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ


"Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)." (Q.S Asy-Syura/42: 13)


يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ إِنَّآ أَرْسَلْنَٰكَ شَٰهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا


"Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan," (Q.S. Al-Ahzab/33: 45)


6. Setiap Rasul menggunakan Bahasa Kaumnya (QS. Ibrahim/14: 4).


وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِۦ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ ۖ فَيُضِلُّ ٱللَّهُ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ


"Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Ibrahim/14: 4)


7. Para Rasul Diutus untuk Dipatuhi dan Ditaati oleh Umatnya (QS. An-Nisa 4:64)


وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۚ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ جَآءُوكَ فَٱسْتَغْفَرُوا۟ ٱللَّهَ وَٱسْتَغْفَرَ لَهُمُ ٱلرَّسُولُ لَوَجَدُوا۟ ٱللَّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا


"Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nisa 4:64)


8. Beberapa Sifat yang harus dimiliki oleh setiap Rasul adalah sebagai berikut.


a. Siddiq Benar (QS. Maryam/19:41)


وَٱذْكُرْ فِى ٱلْكِتَٰبِ إِبْرَٰهِيمَ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ صِدِّيقًا نَّبِيًّا


"Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi." (QS. Maryam/19:41)


b. Amanah: Dapat dipercaya (QS. Ali 'Imran/3: 79)


مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤْتِيَهُ ٱللَّهُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحُكْمَ وَٱلنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا۟ عِبَادًا لِّى مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلَٰكِن كُونُوا۟ رَبَّٰنِيِّۦنَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ ٱلْكِتَٰبَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ


"Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah". Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya." (QS. Ali 'Imran/3: 79)


c. Tablig: Menyampaikan (QS. Al-Ma'idah/5: 67)


يَٰٓأَيُّهَا ٱلرَّسُولُ بَلِّغْ مَآ أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ ۖ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ ٱلنَّاسِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْكَٰفِرِينَ


"Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (QS. Al-Ma'idah/5: 67)


d. Fathanah: Cerdas (QS. Al-Baqarah/2: 258-260)


أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِى حَآجَّ إِبْرَٰهِۦمَ فِى رَبِّهِۦٓ أَنْ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ٱلْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّىَ ٱلَّذِى يُحْىِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۠ أُحْىِۦ وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَأْتِى بِٱلشَّمْسِ مِنَ ٱلْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ ٱلْمَغْرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِى كَفَرَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ


"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al-Baqarah/2: 258)


أَوْ كَٱلَّذِى مَرَّ عَلَىٰ قَرْيَةٍ وَهِىَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىٰ يُحْىِۦ هَٰذِهِ ٱللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۖ فَأَمَاتَهُ ٱللَّهُ مِا۟ئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُۥ ۖ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۖ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۖ قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِا۟ئَةَ عَامٍ فَٱنظُرْ إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ ۖ وَٱنظُرْ إِلَىٰ حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ ءَايَةً لِّلنَّاسِ ۖ وَٱنظُرْ إِلَى ٱلْعِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا ۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُۥ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ


"Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari". Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging". Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. Al-Baqarah/2: 259)


وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّ أَرِنِى كَيْفَ تُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ ۖ قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِن ۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَٰكِن لِّيَطْمَئِنَّ قَلْبِى ۖ قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِّنَ ٱلطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ ٱجْعَلْ عَلَىٰ كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ٱدْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا ۚ وَٱعْلَمْ أَنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ


"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Baqarah/2: 260)

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang prinsip-prinsip keimanan kepada rasul Allah Swt.. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Hikmah dan Manfaat Bertauhid serta Bahaya Tidak Bertauhid

Hikmah dan Manfaat Bertauhid serta Bahaya Tidak Bertauhid

A. Hikmah dan Manfaat Bertauhid
Orang yang bertauhid akan memiliki hikmah yang besar, antara lain:

1. Tauhid yang kuat akan menumbuhkan sikap kesungguhan, pengharapan dan optimisme di dalam hidup ini. Sebab orang yang bertauhid meyakini bahwa kehidupan dunia adalah ladang akhirat.

2. Orang yang bertauhid jika suatu saat dikaruniai harta, maka ia akan bersyukur dan menggunakan hartanya itu di jalan Allah Swt. Sebab ia yakin bahwa harta dan segala yang ada adalah milik Allah Swt.

3. Dengan bertauhid akan mendidik akal manusia supaya berpandangan luas dan mau mengadakan penelitian tentang alam. Al-Qur’an telah memerintahkan kepada kita supaya memperhatikan penciptaan langit, bumi, dan segala isinya.

4. Orang yang bertauhid akan merendahkan diri dan tidak tertipu oleh hawa nafsu yang ada pada dirinya. Misalnya, jika ia akan tertipu hawa nafsu, maka dia segera mengingat bahwa Allah Swt Maha Kaya.

5. Dengan mentauhidkan Allah Swt, kita akan menjauhkan diri dari anganangan yang kosong. Semua amal perbuatan manusia akan dihisab dan dibalas oleh Allah Swt.

6. Dengan bertauhid yang benar, kita akan diliputi ketenangan dan pengharapan. Ia akan merasa tenang setelah mengetahui bahwa Allah Swt dekat, mengabulkan permohonan, menerima taubat dan menolong orang-orang teraniaya.

7. Orang yang menjaga tauhidnya akan menjamin seseorang akan masuk surga, tempat yang penuh dengan kenikmatam

B. Bahaya Tidak Bertauhid
Keimanan yang kuat akan memberikan hikmah dan manfaat yang besar. Sebaliknya, sikap tidak bertauhid akan mendatang hal-hal negatif, diantaranya:

1. Orang yang tidak bertauhid tidak akan mempunyai rasa optimisme dan pengharapan dalam hidup, karena tidak ada dalam benaknya keyakinan akan adanya kehidupan setelah mati.

2. Orang yang tidak bertauhid akan berpandangan sempit. Tidak ada dorongan di dalam hatinya untuk melakukan penelitian dan renungan tentang rahasia di balik kekuasaan Allah Swt. Karena ia tidak percaya terhadap Allah Swt. Penghidupannya akan menjadi sempit, seperti firman Allah Swt. dalam QS. Taha [20] : 124

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ

waman a'radha 'an dzikrii fa-inna lahu ma'iisyatan dhankaa wanahsyuruhu yawma lqiyaamati a'maa

"Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta”. (QS. Taahaa [20] : 124)

3. Orang yang tidak bertauhid akan mudah tertipu oleh hal-hal yang bersifat keduniawian. Prinsip hidup orang seperti ini yang penting senang, tidak peduli apakah hal itu benar atau salah.

4. Orang yang tidak bertauhid akan tertutup hatinya. Jiwanya mengalami disfungsi. Pesan-pesan Allah Swt tidak akan mampu tertangkap meskipun Allah Swt begitu dekat.

خَتَمَ ٱللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰٓ أَبْصَٰرِهِمْ غِشَٰوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

khatama laahu 'alaa quluubihim wa'alaa sam'ihim wa'alaa abshaarihim ghisyaawatun walahum 'adzaabun 'azhiim

Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka dan penglihatan mereka ditutup dan bagi mereka siksa yang Amat berat. (QS. al-Baqarah [2] : 7)

5. Orang yang tidak bertauhid akan selalu diliputi dengan kegelisahan dan kegersangan jiwa. Meskipun tampaknya senang, itu hanyalah tipuan setan dan sifatnya hanyalah sementara.

قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَىٰ عَذَابِ النَّارِ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

qaala waman kafara faumatti'uhu qaliilan tsumma adtharruhu ilaa 'adzaabi nnaari wabi'sa lmashiir

''Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk buruk tempat kembali''.(QS. al-Baqarah [2] : 126)

6. Orang yang tidak bertauhid akan masuk neraka, karena ia akan terjebak pada praktik kemusyrikan dan kemusyrikan adalah dosa yang tidak akan diampuni.

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَٰلًۢا بَعِيدًا

inna laaha laa yaghfiru an yusyraka bihi wayaghfiru maa duuna dzaalika liman yasyaau waman yusyrik bilaahi faqad dhalla dhalaalan ba'iidaa

"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauhjauhnya." (Q.S. An Nisa’ [4] : 116)

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang hikmah dan manfaat bertauhid serta bahaya tidak bertauhid. Sumber buku Akidah Akhlak X MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Pengertian Tauhid, Nama-Nama Ilmu Tauhid, Ruang Lingkup Tauhid dan Macam-Macam Tauhid

Pengertian Tauhid, Nama-Nama Ilmu Tauhid, Ruang Lingkup Tauhid dan Macam-Macam Tauhid

A. Pengertian Tauhid
Menurut bahasa kata tauhid berasal dari bahasa Arab tauhid bentuk masdar (infinitif) dari kata wahhada, yang artinya al-i’tiqaadu biwahdaniyyatillah (keyakinan atas keesaan Allah). Sedangkan pengertian secara istilah tauhid ialah meyakini bahwa Allah Swt. itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Kesaksian ini dirumuskan dalam kalimat syahadat. Laa ilaha illa Allah (tidak ada Tuhan selain Allah).

Tauhid artinya mengesakan Allah Swt. Keesaan Allah Swt. itu menurut M. Quraish Shihab mencakup keesaan Zat, keesaan Sifat, keesaan Perbuatan, serta keesaan dalam beribadah kepada Nya.

B. Nama-Nama Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid memiliki beberapa sebutan lain seperti berikut:

1. Ilmu Ushuluddin
Kata ushuluddin terdiri dari dua kata yaitu usҕnjl yang berarti pokok atau pangkal dan din yang berarti agama. Jadi ilmu ushuluddin adalah ilmu tentang pokok-pokok agama. Ilmu tauhid sering disebut juga dengan ilmu ushuluddin (pokok-pokok atau dasar-dasar agama) karena ilmu itu menguraikan pokok-pokok atau dasar-dasar agama.

2. Ilmu Aqaid
Ilmu tauhid sering juga disebut ilmu aqaid (keyakinan), karena ilmu tersebut membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan keyakinan.

3. Ilmu Kalam
Kata kalam berarti perkataan atau kata-kata yang tersusun yang menunjukkan suatu maksud pengertian. Kata kalam kemudian dipakai untuk menunjukkan salah satu sifat Allah Swt yaitu berkata-kata. Jadi ilmu kalam adalah ilmu tentang kalam Allah swt.

Ilmu tauhid sering juga disebut dengan ilmu kalam. Penamaan ilmu kalam didasarkan pada beberapa alasan, antara lain;

a. Problem-problem yang diperselisihkan umat Islam pada masamasa awal dalam ilmu ini adalah masalah Kalam Allah Swt. yaitu al-Qur’an, apakah ia makhluk dalam arti diciptakan ataukah ia qadim dalam arti abadi dan tidak diciptakan;

b. Dasar dalam membahas masalah-masalah ke Tuhanan tidak lepas dari dalil-dalil aqli yang dijadikan sebagai argumentasi yang kuat sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan dalam logika (mantiq) yang penyajiannya melalui permainan (kata-kata) yang tepat dan jitu.

c. Karena cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika dalam filsafat, maka pembuktian dalam soal soal agama ini dinamai ilmu kalam untuk membedakan dengan logika dalam filsafat.

4. Ilmu Ilahiah
Ilmu tauhid juga dikenal dengan sebutan ilmu ilahiah, karena yang menjadi obyek utama ilmu ini pada dasarnya adalah masalah ketuhanan. Ilmu tauhid juga kadang disebut dengan teologi. Teologi adalah ilmu tentang Tuhan atau ilmu ketuhanan. Kata teologi berasal dari dua kata yaitu theo yang berarti Tuhan dan logos yang berarti ilmu. Tetapi apabila kata teologi dipakai untuk membicarakan tentang Tuhan dalam Islam, maka hendaklah selalu ditambahkan kata Islam di belakangnya, sehingga menjadi teologi Islam. Sebab kata itu dapat juga dipakai untuk membicarakan Tuhan menurut agama-agama yang lain, seperti teologi Kristen, teologi Hindu, dan sebagainya. Ini semua dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah teologi Islam, ilmu kalam, dan ilmu tauhid memiliki kesamaan pengertian, yaitu di sekitar masalah-masalah sebagai berikut;

1) Kepercayaan tentang Tuhan dengan segala seginya, yang berarti termasuk di dalamnya soal-soal wujud-Nya, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya dan sebagainya.

2) pertalian-Nya dengan alam semesta, yang berarti termasuk di dalamnya persoalan terjadinya alam, keadilan dan kebijaksanaan Tuhan, serta qada dan qadar. Pengutusan rasul-rasul juga termasuk di dalam persoalan pertalian manusia dengan Tuhan, yang meliputi juga soal penerimaan wahyu dan berita-berita alam ghaib atau akhirat.

C. Ruang Lingkup Tauhid
Pokok-pokok pembahasan yang menjadi ruang lingkup ilmu tauhid meliputi tiga hal sebagai berikut:

1. Ma’rifat al-mabda’ yaitu mempercayai dengan penuh keyakinan tentang Pencipta alam yaitu Allah Swt. Hal ini sering diartikan dengan wujud yang sempurna, wujud mutlak atau wajibul wujud.

2. Ma’rifat al-watsiqah yaitu mempercayai dengan penuh keyakinan tentang para utusan Allah Swt. yang menjadi utusan dan perantara Allah Swt. dengan umat manusia untuk menyampaikan ajaran-ajaran Nya, tentang kitab-kitab Allah Swt yang dibawa oleh para utusan-Nya dan tentang para malaikat-Nya.

3. Ma’rifat al-ma’ad yaitu mempercayai dengan penuh keyakinan akan adanya kehidupan abadi setelah mati di alam akhirat dengan segala hal ihwal yang ada di dalamnya.

D. Macam-Macam Tauhid
Berdasarkan jenis dan sifat keyakinan tauhid, para ulama membagi ilmu tauhid dalam empat bagian; yaitu:

1. Tauhid yang berhubungan dengan ke Tuhanan yaitu mempercayai bahwa hanya kepada Allah-lah kita harus berTuhan, beribadah, memohon pertolongan, tunduk, patuh dan merendah serta tidak kepada yang lain. Tauhid ini mengandung makna bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Swt. Semua amal ibadah harus disandarkan kepada-Nya

هُوَ ٱلْحَىُّ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَٱدْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ ۗ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

huwa lhayyu laa ilaaha illaa huwa fad'uuhu mukhlishiina lahu ddiina lhamdu lillaahi rabbi l'aalamiin

"Dialah yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia; Maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam." (QS. al-Mukmin [40] : 65)

2. Tauhid yang berhubungan dengan sifat Allah Swt yang Maha Memelihara yaitu mempercayai bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya pencipta, pemelihara, penguasa dan pengatur alam semesta ini. Tauhid ini juga mengandung pengertian keyakinan atas keesaan Allah Swt dalam penciptaan alam. Allah Swt adalah al-Khaliq. Hanya Allah Swt Pencipta dan Penguasa alam semesta.

ثُمَّ خَلَقْنَا ٱلنُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا ٱلْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا ٱلْمُضْغَةَ عِظَٰمًا فَكَسَوْنَا ٱلْعِظَٰمَ لَحْمًا ثُمَّ أَنشَأْنَٰهُ خَلْقًا ءَاخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحْسَنُ ٱلْخَٰلِقِينَ

tsumma khalaqnaa nnuthfata 'alaqatan fakhalaqnaa l'alaqata mudhghatan fakhalaqnaa lmudhghata 'izhaaman fakasawnaa l'izhaama lahman tsumma ansya'naahu khalqan aakhara fatabaaraka laahu ahsanu lkhaaliqiin

"Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik." (QS.al-Mukminin [23] : 14)

3. Tauhid yang berhubungan dengan kesempurnaan sifat Allah Swt yaitu mempercayai hanya Allah Swt. yang memiliki segala sifat kesempurnaan dan terlepas dari sifat tercela atau dari segala kekurangan.

وَجَعَلُوا۟ لِلَّهِ شُرَكَآءَ ٱلْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ ۖ وَخَرَقُوا۟ لَهُۥ بَنِينَ وَبَنَٰتٍۭ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۚ سُبْحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يَصِفُونَ

waja'aluu lillaahi syurakaa-a ljinna wakhalaqahum wakharaquu lahu baniina wabanaatin bighayri 'ilmin subhaanahu wata'aalaa 'ammaa yashifuun

"Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, Padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohongi (dengan mengatakan): «Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan», tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan." (Q.S. Al-An’am [6] : 100)

4. Tauhid yang berhubungan dengan kekuasaan Allah Swt yaitu mempercayai bahwa Allah Swt sebagai satu-satunya Zat yang menguasai alam semesta, tidak ada lagi zat lain yang turut serta dalam kekuasaan-Nya. Tidak ada sekutu atas kekuasaan Allah Swt di jagat raya ini. Allah Swt adalah al-Malik, Maha Raja di atas raja-raja yang ada di dunia.

قُلِ ٱللَّهُمَّ مَٰلِكَ ٱلْمُلْكِ تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ ۖ بِيَدِكَ ٱلْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

quli laahumma maalika lmulki tu'tii lmulka man tasyaau watanzi'u lmulka mimman tasyaau watu'izzu man tasyaau watudzillu man tasyaau biyadika lkhayru innaka 'alaa kulli syay-in qadiir

Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Ali Imran [3] : 26)

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian tauhid, nama-nama ilmu tauhid, ruang lingkup tauhid dan macam-macam tauhid. Sumber buku Akidah Akhlak X MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Pengertian Akidah, Metode Peningkatan Kualitas Akidah dan Prinsip-Prinsip Akidah Islam

Pengertian Akidah, Metode Peningkatan Kualitas Akidah dan Prinsip-Prinsip Akidah Islam

A. Pengertian Akidah
Akidah menurut asal katanya berarti ikatan atau janji. Dalam kajian Islam, akidah berarti tali pengikat batin manusia dengan yang diyakininya sebagai Tuhan yang Esa yang patut disembah dan Pencipta serta Pengatur alam semesta ini. Akidah sebagai sebuah keyakinan kepada hakikat yang nyata yang tidak menerima keraguan dan bantahan. Apabila kepercayaan terhadap hakikat sesuatu itu masih ada unsur keraguan dan kebimbangan, maka tidak disebut akidah. Jadi akidah itu harus kuat dan tidak ada kelemahan yang membuka celah untuk dibantah.

Sedangkan M. Syaltut menyampaikan bahwa akidah adalah pondasi yang di atasnya dibangun hukum syariat. Syariat merupakan perwujudan dari akidah. Oleh karena itu hukum yang kuat adalah hukum yang lahir dari akidah yang kuat. Tidak ada akidah tanpa syariat dan tidak mungkin syariat itu lahir jika tidak ada akidah.

B. Metode-Metode Peningkatan Kualitas Akidah
Seorang mukmin harus memiliki kualitas akidah yang baik, yaitu akidah yang benar, kokoh dan tangguh. Kualitas akidah tidak hanya diukur dari kemauan seseorang untuk percaya kepada Allah Swt. atau kepada yang lain seperti yang tercantum di dalam rukun iman. Namun lebih jauh dari itu, kepercayaan itu harus bisa dibuktikan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Percaya saja tidak cukup, tapi harus diikuti dengan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari di manapun berada.

Seseorang yang beriman kepada Allah Swt. maka ia harus melakukan semua yang diperintahkan Allah Swt. dan menjauhi semua yang dilarangNya. Jika ia beriman kepada kitab Allah Swt, maka ia harus melaksanakan ajaran-ajaran yang ada di dalamnya. Jika ia beriman kepada para rasul Allah Swt, maka ia wajib melaksanakan ajaran yang disampaikan para rasul dengan sebaik-baiknya serta meneladani akhlaknya.

Untuk itu mengingat pentingnya kekuatan akidah itu dimiliki oleh setiap mukmin, maka diperlukan upaya-upaya atau cara-cara yang baik agar bisa meningkatkan keyakinan dan memudahkan menerapkan semua keyakinannya itu di dalam kehidupannya di masyarakat. Sebab kepercayaan atau keyakinan itu bisa tumbuh paling tidak karena tiga hal; yaitu karena meniru orang tua atau masyarakat, karena suatu anggapan dan karena suatu pemikiran (dalil aqli).

Di antara cara atau metode yang bisa diterapkan adalah

1) Melalui Pembiasaan dan Keteladanan.
Pembiasaan dan keteladanan itu bisa dimulai dari keluarga. Di sini peran orang tua sangat penting agar akidah itu bisa tertanam di dalam hati sanubari anggota keluarganya sedini mungkin. Keberhasilan penanaman akidah tidak hanya menjadi tanggungjawab guru saja, tetapi menjadi tanggungjawab semua pihak. Karena itu, semuanya harus terlibat. Selain itu pembiasaan hidup dengan kekuatan akidah itu harus dilakukan secara berulang-ulang (istiqamah), agar menjadi semakin kuat keimanannya.

2) Melalui Pendidikan dan Pengajaran
Pendidikan dan pengajaran dapat dilaksanakan baik dalam keluarga, masyarakat atau lembaga pendidikan formal. Pendidikan keimanan ini memerlukan keterlibatan orang lain untuk menanamkan akidah di dalam hatinya. Penanaman kalimat-kalimat yang baik seperti dua kalimat syahadat dan kalimat laa ilaaha ill Allaah (tiada Tuhan selain Allah) sangat penting untuk menguatkan keimanan seseorang. Pendidikan dan pengajaran menjadi salah satu cara yang tepat dalam menanamkan akidah dan meningkatkan kualitas akidah. Islam mendidik manusia supaya menjadikan akidah dan syariat Allah Swt sebagai rujukan terhadap seluruh perbuatan dan tindakannya. Oleh sebab itu, pendidikan Islam menjadi kewajiban orang tua dan guru di samping menjadi amanat yang harus dipikul oleh satu generasi untuk disampaikan kepada generasi berikutnya, dan dijalankan oleh para pendidik dalam mendidik anak-anak.

C. Prinsip-Prinsip Akidah Islam
Prinsip-prinsip akidah secara keseluruhan tercakup dalam sejumlah prinsip agama Islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah :

a. Pengakuan dan keyakinan bahwa Allah Swt. adalah Esa. Beriman kepada Allah dan hanya menyembah kepada Allah, dan tidak menyekutukan Allah.

b. Pengakuan bahwa para Nabi telah diangkat dengan sebenarnya oleh Allah Swt. untuk menuntun umatnya. Keyakinan bahwa para Nabi adalah utusan Allah Swt. sangat penting, sebab kepercayaan yang kuat bahwa Nabi itu adalah utusan Allah Swt, mengandung konsekuensi bahwa setiap orang harus meyakini apa yang dibawa oleh para Rasul utusan Allah Swt tersebut berupa kitab suci. Keyakinan akan kebenaran kitab suci menjadikan orang memiliki pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

c. Kepercayaan akan adanya hari kebangkitan. Keyakinan seperti ini memberikan kesadaran bahwa kehidupan dunia bukanlah akhir dari segalanya. Setiap orang pada hari akhir nanti akan dibangkitkan dan akan dimintai pertanggungjawaban selama hidupnya di dunia.

d. Keyakinan bahwa Allah Swt. adalah Maha Adil. Jika keyakinan seperti ini tertanam di dalam hati, maka akan menumbuhkan keyakinan bahwa apa yang dilakukan akan mendapatkan balasan dari Allah Swt. Orang yang berbuat kebaikan akan mendapatkan balasan yang baik, seberapapun kecilnya kebaikan itu. Sebaliknya perbuatan jelek sekecil apapun akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Swt.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian akidah, metode peningkatan kualitas akidah dan prinsip-prinsip akidah Islam. Sumber buku Akidah Akhlak X MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Pengalaman Sufi Sahabat Nabi Saw

Pengalaman Sufi Sahabat Nabi Saw

a. Abu Bakar Ash Shiddiq
Abu Bakar r.a adalah salah seorang ahli surga, Nabi Saw sendiri pernah memberi berita gembira kepada beliau tentang kedudukan beliau di dalam syurga. Bahkan diberitahu bahawa beliau akan menjadi ketua kepada satu kumpulan ahli syurga. Semua pintu surga akan menyeru dan memanggil nama beliau.

Banyak orang yang sudah biasa dengan suatu kepercayaan sudah tidak ragu lagi, sampai-sampai ia jadi fanatik dan kaku dengan kepercayaannya itu. Bahkan ada yang sudah tidak tahan lagi melihat muka orang yang berbeda kepercayaan. Mereka menganggap bahwa iman yang sebenarnya harus fanatik, keras, dan tegar.

Sebaliknya Abu Bakar, dengan keimanannya yang begitu agung dan begitu teguh, tak pernah ia goyah dan ragu, jauh dari sikap kasar. Sikapnya lebih lunak, penuh pemaaf, penuh kasih bila iman itu sudah mendapat kemenangan. Dengan begitu, dalam hatinya terpadu dua prinsip kemanusiaan yang paling mendasari: mencintai kebenaran, dan penuh kasih sayang. Demi kebenaran itu segalanya bukan apa-apa baginya, terutama masalah hidup duniawi. Apabila kebenaran itu sudah dijunjung tinggi, maka lahir pula rasa kasih sayang, dan ia akan berpegang teguh pada prinsip ini seperti pada yang pertama. Terasa lemah ia menghadapi semua itu sehingga matanya basah oleh air mata yang deras mengalir.

Rabi’ah Aslami r.a menceritakan, ”Pernah sekali berlaku pertengkaran antara saya dengan Hazrat Abu Bakar r.a kerana sesuatu perkara. Beliau telah mengatakan sesuatu yang kasar terhadap saya yang saya tidak suka. Beliau segera menyedari keadaan itu dan berkata kepada saya, ”Engkau pun katakanlah perkataan itu kepada saya supaya menjadi balasan terhadap saya.

Demikian itulah sifat ketakutan Hazrat Abu Bakar r.a kepada Allah Swt. Beliau begitu risau dan mengambil berat tentang satu perkataan yang remeh sehingga pada mulanya beliau sendiri yang meminta supaya dibalasi dan kemudian dengan perantaraan Rasulullah Saw, beliau ingin supaya Rabi’ah r.a mengambil tindakan balas.

b. Umar Bin Khattab
Suatu hari Amiril Mukminin Umar bin Khaththab r.a. dikirimi harta yang banyak. Beliau memanggil salah seorang pembatu yang berada di dekatnya. “Ambillah harta ini dan pergilah ke rumah Abu Ubaidah bin Jarrah, lalu berikan uang tersebut. Setelah itu berhentilah sesaat di rumahnya untuk melihat apa yang ia lakukan dengan harta tersebut,” begitu perintah Umar kepadanya.

Rupanya Umar ingin melihat bagaimana Abu Ubaidah menggunakan hartanya. Ketika pembantu Umar sampai di rumah Abu Ubadah, ia berkata, “Amirul Mukminin mengirimkan harta ini untuk Anda, dan beliau juga berpesan kepada Anda, ‘Silakan pergunakan harta ini untuk memenuhi kebutuhan hidup apa saja yang Anda kehendaki’.”

Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah mengaruniainya keselamatan dan kasih sayang. Semoga Allah membalasnya dengan pahala yang berlipat.” 

Kemudian ia berdiri dan memanggil hamba sahaya wanitanya. “Kemarilah. Bantu aku membagi-bagikan harta ini!.” 

Lalu mereka mulai membagi-bagikan harta pemberian Umar itu kepada para fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan dari kaum muslimin, sampai seluruh harta ini habis diinfakkan.

Pembantu Umar pun kembali pulang. Umar pun memberinya uang sebesar empat ratus dirham seraya berkata, “Berikan harta ini kepada Muadz bin Jabal!” Umar ingin melihat apa yang dilakukan Muadz dengan harta itu. Maka, berangkatlah si pembantu menuju rumah Muadz bin Jabal dan berhenti sesaat di rumahnya untuk melihat apa yang dilakukan Muadz terhadap harta tersebut.

Muadz memanggil hamba sahayanya. “Kemarilah, bantu aku membagi-bagikan harta ini!” Lalu Muadz pun membagi-bagikan hartanya kepada fakir miskin dan mereka yang membutuhkan dari kalangan kaum muslimin hingga harta itu habis sama sekali di bagi-bagikan. Ketika itu istri Muadz melihat dari dalam rumah, lalu berkata, “Demi Allah, aku juga miskin.” Muadz berkata, “Ambillah dua dirham saja.”

Pembantu Umar pun pulang. Untuk ketiga kalinya Umar memberi empat ribu dirham, lalu berkata, “Pergilah ke tempat Saad bin Abi Waqqash!” Ternyata Saad pun melakukan apa yang dilakukan oleh dua sahabat sebelumnya. Pulanglah sang pembantu kepada Umar. Kemudian Umar menangis dan berkata, “Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah.”

c. Utsman Bin Affan
Dalam kitab Al Thabaqat, Taj-ul Subki menceritakan bahwa ada seorang lakilaki bertamu kepada Utsman. Laki-laki tersebut baru saja bertemu dengan seorang perempuan di tengah jalan, lalu ia menghayalkannya. Utsman berkata kepada laki-laki itu, “Aku melihat ada bekas zina di matamu.”

Laki-laki itu bertanya, “Apakah wahyu masih diturunkan setelah Rasulullah saw wafat?”

Utsman menjawab, “Tidak, ini adalah firasat seorang mukmin.” Utsman r.a. mengatakan hal tersebut untuk mendidik dan menegur laki-laki itu agar tidak mengulangi apa yang telah dilakukannya.

Selanjutnya Taj-ul Subki menjelaskan bahwa bila seseorang hatinya jernih, maka ia akan melihat dengan nur Allah Swt, sehingga ia bisa mengetahui apakah yang dilihatnya itu kotor atau bersih. Maqam orang-orang seperti itu berbeda-beda. Ada yang mengetahui bahwa yang dilihatnya itu kotor tetapi ia tidak mengetahui sebabnya. Ada yang maqamnya lebih tinggi karena mengetahui sebab kotornya, seperti Utsman r.a. Ketika ada seorang laki-laki datang kepadanya, Utsman dapat melihat bahwa hati orang itu kotor dan mengetahui sebabnya yakni karena menghayalkan seorang perempuan.

Sekecil apa pun kemaksiatan akan membuat hati kotor sesuai kadar kemaksiatan itu. Kotoran itu bisa dibersihkan dengan memohon ampun (istighfar) atau perbuatan-perbuatan lain yang dapat menghilangkannya. Hal tersebut hanya diketahui oleh orang yang memiliki mata batin yang tajam seperti Utsman bin Affan, sehingga ia bisa mengetahui kotoran hati meskipun kecil, karena menghayalkan seorang perempuan merupakan dosa yang paling ringan, Utsman dapat melihat kotoran hati itu dan mengetahui sebabnya. Ini adalah maqam paling tinggi di antara maqam maqam lainnya.

d. Ali Bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib ra, selain dalam kehidupan pribadinya, ia adalah orang yang zuhud (sederhana dalam hidup), beliau memandang bahwa zuhud bagi penguasa merupakan sesuatu yang penting dan wajib. Beliau berkata, “Allah menjadikanku sebagai imam dan pemimpin dan aku melihat perlunya aku hidup seperti orang miskin dalam berpakian, makan, dan minum sehingga orang-orang miskin mengikuti kemiskinanku dan orang-orang kaya tidak berbuat yang berlebihan.”

Ali bin Abi Thalib memakai pakaian yang keras, yang dibelinya seharga lima dirham. Pakaian itu bertambal sehingga dikatakan, “Wahai Imam Ali! Pakaian apa yang engkau kenakan?” Beliau berkata, “Pakaian yang menjadi contoh bagi Mukminin menjadi penyebab khusyuknya hati dan tawadhu’, menyampaikan manusia kepada tujuan, merupakan syiar orang saleh, dan tidak menyebabkan kesombongan. Alangkah baiknya kalau Muslimin mencontohnya.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengalaman sufi sahabat Nabi Saw. Sumber buku Siswa Akidah Akhlak Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Pengalaman Sufi Nabi Muhammad Saw

Pengalaman Sufi Nabi Muhammad Saw

Dalam sejarah Islam, Muhammad Saw. dikenal sebagai pioner yang memiliki peran terpenting dalam proses tumbuh dan berkembangnya khazanah sufisme Islam dari satu generasi ke generasi yang lain. Kaum zuhad atau kaum sufi sejak masa permulaan Islam dalam menjalani aktivitas sufistik mereka selalu merujuk pada Muhammad Saw sebagai mursyid tertinggi dalam Islam. Bahkan, kaum sufi sendiri menganggap Nabi Muhammad Saw. sebagai sosok manusia sempurna (al-insan al-kamil) sekaligus mursyid tertinggi yang harus dijadikan teladan (uswah hasanah) dalam perjalanan suϐistik mereka menuju kepada Yang Haq (Allah). Itulah sebabnya, dalam tulisan ini penulis tertarik memaparkan kajian seputar pengalaman sufistik Muhammad Saw. dengan beragam macamnya itu dengan pendekatan normative-historis.

Keparipurnaannya sebagai seorang nabi telah tercermin melalui beberapa sifat luhur dan keistimewaan spiritual yang terhimpun dalam dirinya.

Pertama, kehormatan nasabnya dari suku Quraisy yang merupakan keturunan dari Isma’il ibn Ibrahim, tanda kenabian yang terdapat di antara kedua pundaknya, penampakan wajah, dan bentuknya yang memancarkan sinar kejujuran dan kenabiannya.

Kedua, sifat dan akhlaknya yang terpuji; seperti sifat kasih sayang, sabar, rendah hati, dan jujur.

Ketiga, tanda-tanda kenabian dan pengalaman sufistik tertinggi yang telah dialirkan oleh Allah Swt kepadanya, seperti benda-benda padat bisa berbicara kepadanya, dapat menambah makanan dan minuman, membelah bulan; dan yang paling agung dan abadi adalah memperoleh wahyu serta menjalani mi’raj untuk bertemu dan berdialog dengan Allah Swt.

Keempat, doanya dikabulkan setiap kali Nabi memohon untuk seseorang atau umatnya.

a. Pengalaman Khalwat di Gua Hira
Mendekati usia 40 tahun, mulailah tumbuh pada diri Muhammad Saw kecenderungan untuk melakukan uzlah (menjauhi pergaulan masyarakat ramai). Uzlah yang dilakukan Muhammad Saw menjelang dinobatkan sebagai rasul ini memiliki makna dan mengandung pelajaran yang sangat besar dalam kehidupan yakni merasakan pengawasan Tuhan dan merenungkan fenomena-fenomena atau gejala alam semesta yang menjadi bukti keagungan-Nya.

Dari aktivitas uzlah ini, dapat diambil suatu pelajaran bahwa setiap jiwa manusia memiliki sejumlah penyakit yang tidak dapat dibersihkan kecuali dengan cara uzlah. Sifat sombong, ujub, hasud, riya, dan cinta dunia merupakan penyakit yang dapat menguasai jiwa, merusak hati nurani, sekalipun secara lahiriah seseorang terlihat melakukan amal-amal saleh. Di samping itu, dengan khalwat seseorang dapat sampai pada mahabbah (mencintai) kepada Allah Swt. Tafakkur, perenungan, banyak mengingat keagungan Allah Swt, nampaknya dapat diwujudkan melalui cara khalwat. Khalwat ini sekaligus menjadi sarana untuk menciptakan dorongan-dorongan spiritual di dalam hati; seperti rasa takut, cinta, dan penuh harap, yang bisa menjadi motivasi kuat dalam keimanan maupun keIslaman seseorang. Tetapi khalwat di sini bukan dipahami sebagai tindakan meninggalkan sama sekali pergaulan sesama manusia dengan hidup secara terasing. Karena khalwat yang dilakukan Muhammad saw bersifat temporer, menurut kadar tertentu, dan sebagai pencarian obat untuk memperbaiki keadaan.

b. Kebenaran Mimpi Nabi saw (ar ru’ya as sadiqah)
Mimpi yang benar juga dipandang oleh Nabi Muhammad Saw sebagai suatu peristiwa yang dapat terjadi pada manusia muslim pada umumnya. Bahkan, nabi Muhammad Saw sendiri memandang mimpi yang benar merupakan bagian dari empat puluh juz kenabian. Sekaligus sebagai nikmat dari Allah Swt. kepada orang muslim yang menerimanya dan juga pengganti dari sifat kenabian yang telah dicabut setelah Nabi Muhammad Saw.

Pengalaman sufistik ini sama halnya dengan pengalaman mimpi yang dialami Nabi Ibrahim ketika ia mendapat perintah dari Allah Swt. untuk mengorbankan putranya, Ismail. Pengalaman sufistik ini merupakan fenomena umum yang terjadi di kalangan para nabi terdahulu agar hatinya tenang sebagai persiapan mental untuk mengalami pewahyuan dalam kondisi sadar.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Nabi menuturkan sebuah mimpi kepada pamannya. Nabi berkata, “Wahai paman, orang (malaikat) yang telah saya tuturkan kemarin kepadamu memasukkan tangannya ke dalam perutku sehingga aku merasakan hawa dinginnya”.

Ibn Umar meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw pernah bercerita, “Suatu saat saya sedang tidur, tiba-tiba saya diberi satu gelas air susu, lalu saya meminum sebagiannya, dan sisanya saya berikan kepada Umar ibn Khaththab”. Para sahabat lalu bertanya, “Apakah yang kamu tafsirkan wahai Rasul?” Nabi menjawab, “ilmu”.

c. Masalah Wahyu yang Turun Kepada Nabi Saw.
Nabi Muhammad Saw, dalam konteks ini, telah mengalami pengalaman pewahyuan dari Allah Swt. melalui dua bentuk; langsung dari Allah Swt dan melalui perantara malaikat Jibril. Pada cara yang pertama, Nabi Saw memperoleh pengalaman pewahyuan itu dari Tuhan secara langsung, tidak melalui malaikat Jibril, di antaranya mimpi yang benar di waktu tidur. Bentuk lain dari penyampaian wahyu model ini ialah kalam Allah Swt. yang diterima dari balik hijab tanpa melalui perantara dan dalam keadaan terjaga. Wahyu model ini, menurut ulama Islam, terjadi pada Nabi Muhammad Saw di malam Isra’-Mi’raj.

Contoh wahyu Allah Swt. yang diturunkan melalui malaikat Jibril tatkala Nabi sedang bertahanuth di gua Hira dan memperoleh wahyu Al-Qur'an yang pertama kali. Dalam pengalaman sufistik itu, ia melihat Malaikat Jibril tampil menutupi keluasan cakrawala. Pengalaman sufistik ini dapat dilihat dan didengar. Malaikat itu memerintahkan Muhammad Saw untuk melafalkan iqra’ yang dalam bahasa Arab adalah bentuk kalimat perintah dari kata kerja qara’a yang artinya “membaca” (untuk meneliti). Oleh karena itu, bab pertama (surah) dari Al-Qur'an adalah Al-Alaq ayat 1-5 diwahyukan kepada umat manusia.

Selama dua puluh tiga tahun sampai meninggal, kapan saja wahyu datang Nabi selalu merasakan tekanan yang berat. Beliau akan berkeringat hebat dan andaikan beliau sedang naik unta atau naik kuda, maka hewan-hewan itu akan terbungkuk di bawah tekanan firman yang turun dari atas. Nabi Muhammad Saw pernah berkata, “Aku tidak pernah menerima wahyu dalam kesadaran yang lengkap dengan rohku karena ia sedang dihilangkan dariku”.

d. Pengalaman Isra’ Mi’raj
Pengalaman spiritual penting itu adalah perjalanan Nabi Saw pada malam hari naik ke langit untuk menghadap kepada Allah SWT. Nabi Muhammad Saw secara mukjizat dibawa dari Mekah ke Jerussalem dan dari sana melakukan mi’râj atau naik ke seluruh tingkat sampai mencapai jagat yang paling ujung (sidrat-ul muntaha) bahkan jauh lagi di atas itu yaitu tiba pada hadirat Allah Swt, yang digambarkan sebagai lingkungan “berjarak dua busur panah”. Dalam perjalanan itu, ia menunggang kuda mistik; buraq dan didampingi oleh malaikat Jibril. Al-Qur'an mengungkapkan perjalanan malam ini dengan mengatakan “Maha suci Allah SWT, yang membawa perjalanan hamba- Nya malam hari dari Masjid Al Haram ke Masjid Al Aqsha, yang Kami berkati sekitarnya untuk memperlihatkan kepadanya beberapa tanda (kebesaran) Kami. Sungguh Dia itu Maha Mendengar, yang Maha Melihat.”

Pengalaman sufistik Nabi Muhammad Saw yang demikian penting dan terpusat pada kedalaman spiritual merupakan contoh kualitas spiritual tertinggi dan teladan bagi kedalaman kehidupan beragama. “Malam kenaikan” disejawatkan dengan “malam kekuasaan”, karena Al-Qur'an juga diwahyukan pada bagian penghujung akhir bulan suci Ramadhan. Pengalaman isra’ mi’raj itu, secara sufistik merupakan pengalaman rohaniah tertinggi yang menunjukkan terpilihnya Muhammad Saw oleh Allah Swt untuk mushahadah dengan-Nya. Bagi para sufi, pengalaman itu merupakan pengalaman mistik paling agung dari Nabi Muhammad Saw.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengalaman sufi Nabi Muhammad Saw. Sumber buku Siswa Akidah Akhlak Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Sejarah Perkembangan Tasawuf

Sejarah Perkembangan Tasawuf

1. Abad I dan II Hijriyah
Fase abad pertama dan kedua Hijriyah belum bisa sepenuhnya disebut sebagai fase tasawuf tapi lebih tepat disebut sebagai fase kezuhudan. Tasawuf pada fase ini lebih bersifat amaliah dari pada bersifat pemikiran. Bentuk amaliah itu seperti memperbanyak ibadah, menyedikitkan makan minum, menyedikitkan tidur dan lain sebagainya.

Kesederhanaan kehidupan Nabi diklaim sebagai panutan jalan para zahid. Banyak ucapan dan tindakan Nabi Saw. yang mencerminkan kehidupan zuhud dan kesederhanaan baik dari segi pakaian maupun makanan, meskipun sebenarnya makanan yang enak dan pakaian yang bagus dapat dipenuhi. Pada masa ini, terdapat fenomena kehidupan spiritual yang cukup menonjol yang dilakukan oleh sekelompok sahabat Rasul Saw yang di sebut dengan ahl al- Shuffah.

Kelompok ini dikemudian hari dijadikan sebagai tipe dan panutan para shufi. Dengan anggapan mereka adalah para sahabat Rasul Saw dan kehidupan mereka adalah corak Islam. Di antara mereka adalah Abu Dzar al-Ghifari, Salman al-Fartsi, Abu Hurairah, Muadz Ibn Jabal, Abd Allah Ibn Mas’ud, Abd Allah ibn umar, Khudzaifah ibn al-Yaman, Anas ibn Malik, Bilal ibn Rabah, Ammar ibn Yasar, Shuhaib al-Rumy, Ibn Ummu Maktum dan Khibab ibn al-Arut.

2. Fase Abad III dan IV Hijriyah
Abad ketiga dan keempat disebut sebagai fase tasawuf. pada permulaan abad ketiga hijriyah mendapat sebutan shufi. Hal itu dikarenakan tujuan utama kegiatan ruhani mereka tidak semata-mata kebahagian akhirat yang ditandai dengan pencapaian pahala dan penghindaran siksa, akan tetapi untuk menikmati hubungan langsung dengan Tuhan yang didasari dengan cinta. Cinta Tuhan membawa konsekuensi pada kondisi tenggelam dan mabuk kedalam yang dicintai (fana fi al-mahbub). Kondisi ini tentu akan mendorong ke persatuan dengan yang dicintai (al-ittihad). Di sini telah terjadi perbedaan tujuan ibadah orang-orang syariat dan ahli hakikat.

Pada fase ini muncul istilah fana`, ittihad dan hulul. Fana adalah suatu kondisi dimana seorang shufi kehilangan kesadaran terhadap hal-hal fisik (al-hissiyat). Ittihad adalah kondisi dimana seorang shufi merasa bersatu dengan Allah Swt sehingga masingmasing bisa memanggil dengan kata aku (ana). Hulul adalah masuknya Allah Swt kedalam tubuh manusia yang dipilih.

Di antara tokoh pada fase ini adalah Abu yazid al-Busthami (w.263 H.) dengan konsep ittihadnya, Abu al-Mughits al-Husain Abu Manshur al-Hallaj ( 244 – 309 H. ) yang lebih dikenal dengan al-Hallaj dengan ajaran hululnya.

3. Fase Abad V Hihriyah
Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur`an dan al-Hadis atau yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni tasawuf yang sesuai dengan tradisi (sunnah) Nabi dan para sahabatnya. Fase ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya dimana tasawuf sudah mulai melenceng dari koridor syariah atau tradisi (sunnah) Nabi Saw dan sahabatnya.

Tokoh tasawuf pada fase ini adalah Abu Hamid al-Ghazali (w.505 H) atau yang lebih dikenal dengan al-Ghazali. Tokoh lainnya adalah Abu al-Qasim Abd al-Karim bin Hawazin Bin Abd al-Malik Bin Thalhah al-Qusyairi atau yang lebih dikenal dengan al-Qusyairi ( 471 H.), al-Qusyairi menulis al-Risalah al-Qusyairiyah terdiri dari dua jilid.

4. Fase Abad VI Hijriyah
Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara rasa (dzauq) dan rasio (akal), tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. Pengalaman-pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan dan hamba kemudian diteorisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep wahdah al-wujud yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah Swt sedangkan selain Allah Swt hanya gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayali.

Tokoh-tokoh pada fase ini adalah Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Arabi (560 -638 H.) dengan konsep wahdah al-Wujudnya. Ibnu Arabi yang dilahirkan pada tahun 560 H. dikenal dengan sebutan as-Syaikh al-Akbar (Syekh Besar). Tokoh lain adalah al-Syuhrawardi (549-587 H.) dengan konsep Isyraqiyahnya. Ia dihukum bunuh dengan tuduhan telah melakukan kekufuran dan kezindikan pada masa pemerintahan Shalahuddin al-Ayubi. Diantara kitabnya adalah Hikmat al-Israq. Tokoh berikutnya adalah Ibnu Sab’in (667 H.) dan Ibn al-Faridl (632 H.)

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang sejarah perkembangan tasawwuf. Sumber buku Siswa Akidah Akhlak Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Pengertian Tasawwuf secara Etimologi dan Terminologi Serta Dasar-dasar Tasawwuf

Pengertian Tasawwuf secara Etimologi dan Terminologi Serta Dasar-dasar Tasawwuf

A. Pengertian Tasawwuf
1. Pengertian Etimologi
Istilah tasawuf, menurut Amin Syukur adalah istilah yang baru di dunia Islam. Istilah tersebut belum ada pada zaman Rasulullah Saw, juga pada zaman para sahabat namun prakteknya sudah dijalankan pada masa itu. Bahkan, tasawuf sendiri tidak ditemukan dalam dalam Al-Qur’an. Tasawuf adalah sebutan untuk mistisisme Islam. Dalam pandangan etimologi kata sufi mempunyai pengertian yang berbeda. Menurut Haidar Bagir, kata sufi berasal bahasa Arab yang merujuk pada beberapa kata dasar. Di antaranya adalah:

1. Kata shaff (baris, dalam shalat), karena dianggap kaum sufi berada dalam shaff pertama.

2. Kata Shuf, yakni bahan wol atau bulu domba kasar yang biasa mencirikan pakaian kaum sufi.

3. Kata Ahlu as-Shuffah, yakni parazahid (pezuhud), dan abid (ahli ibadah) yang tak punya rumah dan tinggal di serambi masjid Nabi, seperti Abu Hurairah, Abu Dzar al-Ghifary, Imran ibn Husein, Abu Ubaidah bin Jarrah, Abdullah ibn Mas’ud, Abdullah ibn Abbas, dan Hudzifah bin Yaman.

4. Ada juga yang mengaitkannya dengan nama sebuah suku Badui yang memiliki gaya hidup sederhana, yakni Bani Shufah. Dan yang paling tepat pengertian tasawuf berasal dari kata suf (bulu domba), baik dilihat dari konteks kebahasaan, sikap sederhana para sufi maupun aspek kesejarahan.

2. Pengertian Terminologi
a. Imam Junaid dari Baghdad (w. 910) mendefinisikan tasawuf sebagai mengambil setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah. Atau keluar dari budi perangai yang tercela dan masuk kepada budi perangai yang terpuji.

b. Syekh Abul Hasan Asy Syadzili (w.1258), syekh sufi besar dari Arika Utara, mendefinisikan tasawuf sebagai praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan.

c. Ibn Khaldun mendifinisaikan tasawuf adalah semacam ilmu syar’iyah yang timbul kemudian dalam agama. Asalnya ialah bertekun ibadah dan memutuskan pertalian dengan segala selain Allah Swt, hanya menghadap kepada Allah Swt semata. Menolak hiasan-hiasan dunia, serta membenci perkara-perkara yang selalu memperdaya orang banyak, kelezatan harta-benda, dan kemegahan. Dan menyendiri menuju jalan Tuhan dalam khalwat dan ibadah”.

d. Ibnu Maskawayh mengatakan akhlak ialah suatu keadaan bagi diri atau jiwa yang mendorong (diri atau jiwa itu) untuk melakukan perbuatan dengan senang tanpa didahului oleh daya pemikiran dan pertimbangan kerana sudah melekat dalam dirinya.

e. Harun Nasution dalam bukunya falsafat dan Mistisme dalam Islam menjelaskan bahwa, tasawuf merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang Islam bisa sedekat mungkin dengan Tuhan.

f. Amin syukur mendefinisikan tasawuf sebagai sistem latihan dengan kesungguhan (riyadhah mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi dan memeperdalam aspek kerohanian dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt (taqarrub) sehingga segala perhatian hanya tertuju kepada Nya.

Jadi, tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi. Dari definisi tentang tasawuf di atas diperhatikan dan dipahami secara utuh, maka akan tampak selain berorientasi spiritual, tasawuf juga berorientasi moral. Dan dapat disimpulkan bahwa basis tasawuf ialah penyucian hati dan penjagaannya dari setiap cedera, dan bahwa produk akhirnya ialah hubungan yang benar dan harmonis antara manusia dan Allah Swt.

Dengan demikian, sufi adalah orang yang telah dimampukan Allah Swt untuk menyucikan hati dan menegakkan hubungannya dengan Dia dan ciptaan-Nya dengan melangkah pada jalan yang benar, sebagaimana dicontohkan dengan sebaik-baiknya oleh Nabi Muhammad Saw.

B. Dasar-dasar Tasawwuf

Diantara ayat-ayat Al-Qur'an yang menjadi landasan munculnya kezuhudan dan menjadi jalan kesufian adalah ayat-ayat yang berbicara tentang rasa takut kepadan Allah Swt dan hanya berharap kepada-Nya dan berusaha mensucikan jiwa (QS. As Sajadah [32]: 16, QS. Asy Syams [91]: 7-10), ayat yang berkenaan dengan kewajiban seorang mu’min untuk senantiasa bertawakkal dan berserah diri hanya kepada Allah Swt semata serta mencukupkan bagi dirinya cukup Allah sebagai tempat menggantungkan segala urusan. (QS. At Thalaq [65]: 2-3). ayat yang berkenaan dengan urgensi kezuhudan dalam kehidupan dunia (QS. Asy Syuraa [42]: 20) dan ayat-ayat yang mememerintahkan orang-orang beriman agar senantiasa berbekal untuk akhirat

تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ ٱلْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ

tatajaafaa junuubuhum 'ani lmadaaji'i yad'uuna rabbahum khawfan wathama'an wamimmaa razaqnaahum yunfiquun

“lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menaϔkahkan apa apa rezki yang Kami berikan.” (QS. As Sajadah [32]: 16)

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّىٰهَا . فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا . قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا . وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا

7. dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), 8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. 9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, 10. dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.(QS. Asy Syams : 7-10)

مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا

2.Bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat dan orang yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. 3. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. At Thalaaq : 2-3)

مَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ ٱلْءَاخِرَةِ نَزِدْ لَهُۥ فِى حَرْثِهِۦ ۖ وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ ٱلدُّنْيَا نُؤْتِهِۦ مِنْهَا وَمَا لَهُۥ فِى ٱلْءَاخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ

man kaana yuriidu hartsa l-aakhirati nazid lahu fii hartsihi waman kaana yuriidu hartsa ddunyaa nu'tihi minhaa wamaa lahu fii l-aakhirati min nashiib

“ barang siapa yang menghendaki Keuntungan di akhirat akan Kami tambah Keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki Keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari Keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy Syuraa [42]: 20)

ٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَوْلَٰدِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ ٱلْكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَىٰهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمًا ۖ وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنٌ ۚ وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ

i'lamuu annamaa lhayaatu ddunyaa la'ibun walahwun waziinatun watafaakhurun baynakum watakaatsurun fii l-amwaali wal-awlaadi kamatsali ghaytsin a'jaba lkuffaara nabaatuhu tsumma yahiiju fataraahu mushfarran tsumma yakuunu huthaaman wafii l-aakhirati 'adzaabun syadiidun wamaghfiratun mina laahi waridhwaanun wamaa lhayaatu ddunyaa illaa mataa'u lghuruur

“ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbanggabanggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al Hadid [57]: 20)

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian tasawwuf secara etimologi dan terminologi serta dasar-dasar tasawwuf. Sumber buku Siswa Akidah Akhlak Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

PREMIUM GRID TEMPLATE

Testimonial

This is their opinion about Template Blogger YTE

NQnia

WEBSSITE

I don't have the best and number one reference for a quality blogger template besides Template BloggerYte. In fact, I am very very sorry why I just found out Template BloggerYte lately, after having previously wasted money in Themeforest for the same needs, but with the availability of templates whose quality is generally far below the powerful work of Admin.

+ show more - show less

Blogger YTE

WEBSITE

What I like most about templates from Template BloggerYte is elegant, simple but luxurious and cool. I use the Shezan tempe for my business landing page. cool and classy look. not visible if only blogspot. especially now that you already use your own domain plus there is free SSL from Google. Good luck Admin

+ show more - show less

Th3safelink

WEBSITE

I'm a user of the Purple AMP template made by Template BloggerYte. I myself recommend to try this template, about 5 days after I created a blog with as many as 5 articles. Besides this important features such as meta tags and complete data structure and this can make your blog more friendly. Finally, CSS placement is very neat and easy to modify, you can see on my blog, it was the result of the redesign of the Purple AMP template. Always success.

+ show more - show less

NETRIDERE

WEBSITE

to be honest, I'm ashamed to say it, but what else can I do, on my other free web I use a lot of templates made from the mas, and the template is indeed amazing ... and manteb, what do I want to buy, but unfortunately I don't have enough a lot of money to buy it. and my hope, continue to work and make the name of Indonesia proud. because many people outside use that template. both from Thailand Thailand America and England. so that foreigners will be surprised at Indonesians where the invention of templates is found by people there, but the work of the mas is not inferior to the work of people there, with a proof of many works of gold used by foreigners. :)

+ show more - show less

Back to Top

Your Ads Here

Powerful & High Quality

The reason why choosing our premium template.

AMP HTML

Templates available that support AMP HTML

RESPONSIVE

Optimized for your blog that adapts to all devices

SEO FRIENDLY

SEO templates that are attached to the search engine header

ADSENSE OPTIMIZED

Easily place your Adsense ads to increase your revenue

FAST LOADING

The loading speed of the template is optimized well

  • Subscribe & Social Media

    Follow us via email or social media below

    Discussion

    counter customizable free hit